Sejumlah 150-an peserta dari penjaga hutan dari 4 desa di Kecamatan Kahayan Hilir, Kab. Pulang Pisau hadir di acara ini. Mereka berbagi pengalaman, kemudian menyamakan persepsi bahwa menjaga hutan melampau batas geografis. Setidaknya jika terjadi kebakaran hutan, api tak mengenal batas desa.
Acara yang diselenggarakan KPSHK (Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan) di Palangka Raya, 19-21 Maret 2024 ini sudah digelar untuk kedua kalinya. Setiap tahun memilih sudut pandang berbeda. Tahun lalu bertajuk Festival Madu.
“Kali ini kami mengajak semua yang terlibat dalam penjagaan 4 Hutan Desa. Tujuannya agar mereka kenal dan saling kerjasama dalam menjaga hutan,” kata Mohammad Djauhari, Direktur KPSHK.
Di Kab. Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, masyarakat Kec. Kahayan Hilir meliputi warga 4 desa (Buntoi, Mantaren 1, Kalawa, dan Gohong) telah memperoleh persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial (PS) dengan skema Hutan Desa (Hutan Lindung) dan Hutan Tanaman Rakyat pada periode 2012-2018. Masa pengelolaan selama 35 tahun dan bisa diperpanjang. Total luas pengelolaan di 4 desa ini kurang lebih 20.000 ha. Sejumlah 17.000ha dalam bentuk skema Hutan Desa dan 3.000 ha dalam bentuk skema Hutan Tanaman Rakyat (Hutan Produksi).
Selama ini, masing-masing penjaga hutan kerap kali hanya fokus pada wilayah desanya masing-masing. Padahal bila terjadi kebakaran hutan misalnya, tidak bisa ditangani tergantung geografis saja. Harapannya dengan kegiatan ini, mereka akan saling kenal, akrab, dan memiliki rasa kebersamaan.
Para penjaga hutan yang hadir terdiri dari anggota LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa), Tim Pengamanan Hutan (TPH), Tim Patroli Karhutla (TPK), Masyarakat Peduli Api (MPA), dan KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial).
Harapan Keberlanjutan Usaha
Secara keseluruhan, acara terdiri dari berbagi pengalaman, pameran produk, dan pelatihan. Produk yang dipamerkan terdiri dari anyaman rotan karya para perempuan di KUPS dan produk madu klulut. Berbagai tantangan dan harapan disampaikan pada acara tersebut. Mulai dari tantangan teknis dalam budidaya madu hingga harapan keberlanjutan.
“Kami sering mendapatkan bantuan dari pemerintah, tapi banyak alat bantuan itu tidak bisa dipakai karena kami tidak membutuhkan. Dan kalau butuh, kami tidak tahu cara mengoperasikannya,” kata Salumbu W. Ugang, Ketua KUPS Buntoi.
Hal macam ini terjadi di beberapa tempat. Misalnya di Buntoi, mereka pernah mendapatkan bantuan pemerintah berupa mesin jahit. Harapannya bisa untuk meningkatkan produksi kerajinan rotan. Namun penganyam tak bisa mengoperasikan dan tidak ada bimbingan/pendampingan.
Sedangkan dalam produk makanan, termasuk madu klulut, mereka terkendala pemasaran. Selama ini pemasaran baru sebatas pasar yang diciptakan oleh pemerintah. Misalnya melalui pameran produk UMKM. Kalau pun dijual ke konsumen, baru sebatas pengunjung.
“Kami terkendala pengurusan label halal sehingga belum bisa masuk ke toko-toko,” tambah Salumbu.
Hadir sebagai penanggap sekaligus pembuka acara, Catur Endah Prasetiani P., Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial (PUPS), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Endah mengatakan bahwa di PUPS tersedia berbagai fasilitasi untuk KUPS namun memang terbatas. Pendampingan dari berbagai pihak termasuk seperti KPSHK ini diperlukan.
“Kami dari KLHK tidak sendirian. Perlu peran serta para stakeholder. Aturan terbaru sudah ada Perpres No. 28 tahun 2023 mengenai Rencana Terpadu Perhutanan Sosial,” kata Endah. Pada Perpres ini ditekankan sinergi kolaborasi para pihak, termasuk lintas sektoral dari departemen pemerintah. Dalam hal label halal misalnya, KLHK akan menjalin kerjasama dengan BPOM. Dalam hal pelatihan dalam kendala pengoperasian mesin misalnya, bisa kerjasama dengan Dinas Ketenagakerjaan.
Di Kalteng terdata lebih dari 200 KUPS. Sedangkan data penelitian yang disampaikan oleh Dani Munggoro (KPSHK) menyatakan sejumlah 6000-an izin PS secara nasional, baru 1% KUPS yang mendapatkan predikat platinum. Sejumlah 30% masih dalam pengembangan, sisanya belum ada kegiatan usaha. Hal ini menunjukkan, perjalanan PS bila bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masih panjang.
PS memang tidak selesai pada perizinan saja. Para pemegang persetujuan yang memiliki kewajiban merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan perkembangan Perhutanan Sosial sejauh ini menunggu adanya program pendampingan dari LSM dan Pemerintah yang datangnya sewaktu-waktu dan singkat. Tak jarang pula kondisi yang demikian berhenti pada tahap sekadar ada dokumen perencanaan (rencana kerja tahunan dan lima tahunan).
Untuk itu, Inisiatif Kahayan Hilir lahir menjawab persoalan utama pasca persetujuan. Pada 2020, KPSHK bersama 4 LPHD Kahayan Hilir membuat kesepakatan untuk menyusun program jangka panjang yaitu Program Terpadu Ekosistem Hutan Gambut (PTEHG) atau Inisiatif Kahayan Hilir. Inisiatif Kahayan Hilir adalah program perbaikan tatakelola hutan gambut dan kesejahteraan sosial.
Target 30% KUPS Perempuan
Hal yang tak kalah penting juga tentang pelibatan perempuan dalam tatakelola hutan gambut dan kesejahteraan sosial. Sejauh ini, peran perempuan masih minim. Biasanya perempuan hanya sebagai pendukung di garis belakang, belum berperan dalam leader dan pengambil keputusan.
“Secara nasional masih di bawah 10%. Sekarang kita dituntut (kesetaraan) gender minimal 30%. Di sini yang hadir belum ada 30%,” kata Endah.
Di Kalimantan Tengah, KUPS justru banyak digerakkan oleh perempuan. Usaha mereka kebanyakan anyaman rotan dan kerajinan tenun. Pekerjaan ini didominasi perempuan. Sejauh ini, dalam hal produksi sudah berjalan bagus di beberapa KUPS.
Misalnya KUPS Rotan Desa Gohong yang dipimpin Marlinie L. Adam, sudah menggerakkan satu desa dalam memproduksi anyaman rotan. Rantai produksi dari hulu ke hilir sudah berjalan. Pekerjaan mencari rotan, menyerut, mewarnai, dan menganyam dilakukan oleh orang yang berbeda-beda dalam satu desa. Kebanyakan didominasi oleh perempuan, khususnya dalam mewarnai dan menganyam. Hal ini lebih efisien dalam ongkos produksi.
Endah menambahkan, KLHK mengadakan lomba lomba gender untuk pengeloaan PS ini. Sejauh ini, Kalimantan sering juara. Kerajinan tenun dan anyaman memang didominasi perempuan.