hutanhijau.org

Asri Saraswati, Founder Agradaya Berdayakan Petani Empon-empon Desa

Menyelesaikan kuliah di kampus ternama, Universitas Teknologi Malaysia justru membuat perempuan asal Jakarta ini harus bergelut dengan kehidupan pedesaan. Dia adalah Nur Rahma Asri Saraswati, sarjana Teknik Kimia itu memutuskan untuk hijrah ke kaki bukit Menoreh, Kulon Progo, Yogyakarta. Perempuan 35 tahun yang akrab disapa Asri kini aktif beraktivitas dengan para petani empon-empon atau rempah sekitar.

Kepindahannya ke Yogyakarta merupakan keputusan bersama suaminya, Andika Mahardhika pada tahun 2013 silam. Meskipun, ia juga tak tahu apa yang harus dilakukan sebagai sarjana Teknik Kimia dengan  hidup di desa. Cerita inpiratif Asri ini dilansir dari pejuangiklim.id yang merasakan kepengapan di Jakarta. Sedangkan, alasan pindah ke Yogyakarta untuk merawat rumah warisan keluarga suaminya di Desa Sendangrejo, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman.

“Kondisi Jakarta tidak cocok bagiku. Aku mencoba tinggal di desa tanpa rencana apa pun. Mau bekerja apa, ya sudah, pindah saja dulu,” ungkap Asri.

Rumah kampung milik keluarga suaminya itu dianggap menyeramkan oleh orang setempat karena lama tak dihuni. Bahkan, tak ada tetangga yang mendekat, dan ia nekat untuk menghuni rumah ‘hantu’ tersebut.

“Rumah yang benar-benar tak ada yang berani mendekat, seperti rumah hantu. Aku nekat tinggal di sana,” kenang Asri, pendiri Agradaya, perusahaan jamu dari empon-empon.

Keberuntungan menyertai Asri karena dia tidak merasa asing dengan kehidupan desa. Pengalamannya mengikuti program Indonesia Mengajar pada tahun 2011-2012 di Aceh Utara, yang juga menjadi tempat dia bertemu suaminya, membuat Asri senang melakukan blusukan. Awalnya, dia mengunjungi desa-desa di lereng perbukitan Menoreh, dan hatinya tertambat pada Dusun Pringtali, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, yang terletak di puncak bukit.

Bersama Andika, mereka sering menginap di rumah warga setempat dan mengamati aktivitas sehari-hari masyarakat, termasuk bergabung dalam arisan kocokan setiap Kamis Kliwon, yang kemudian menjadi awal terbentuknya kelompok tani perempuan di sana.

“Pendekatan ini membuat warga tidak merasa aneh dengan kehadiran kami,” terang Asri.

Asri tertarik dengan kegiatan para perempuan di sana, yang memiliki fleksibilitas lebih dalam memajukan roda ekonomi rumah tangga. Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan, mulai dari urusan domestik, membantu tetangga yang sedang mengadakan hajatan, hingga panen hasil pertanian, semuanya dilakukan dengan berpindah dari satu lahan ke lahan lain, bahkan pergi ke hutan untuk menanam empon-empon dan rempah-rempah.

Empon-empon seperti jahe, kunyit, dan temulawak ditanam di bawah pohon kayu keras seperti jati, mahoni, atau sengon, membentuk tumpang sari di hutan.

“Perempuan di sana lebih fleksibel dalam beraktivitas di desa. Kondisi ini memudahkan mereka untuk diintervensi,” katanya.

Melalui pendekatan ini, Asri berhasil mengidentifikasi sejumlah masalah masyarakat. Salah satunya adalah kebiasaan masyarakat menjual hasil panennya, termasuk empon-empon, kepada tengkulak dengan harga yang sangat murah.

“Harga empon-empon sangat murah. Pada masa panen, sekilogram kunyit dan temulawak hanya dihargai Rp 800 per kilogram, dan jahe Rp 5.000 per kilogram,” beber perempuan kelahiran Jakarta, 19 Maret 1988.

hutanhijau.org
Asri Saraswati mendampingi para petani rempah untuk membuat jamu. (dok pejuangiklim.id)

Asri melihat bahwa ada nilai tambah yang tidak dimanfaatkan oleh para petani dari panen mereka. Saat bahan mentah dijual ke pasar, orang kota yang membelinya kemudian mengolahnya, dan produk akhirnya dijual kembali ke daerah. Ironisnya, orang desa malah membeli produk jadi dari bahan mentah hasil panennya sendiri.

“Orang desa hanya diajari mengkonsumsi tanpa mendapatkan nilai tambah,” ujar Asri.

Berbekal pengetahuan teknik kimia, Asri mulai bereksperimen dengan cara mengolah empon-empon menjadi bahan jadi. Meskipun gagal pada percobaan pertama, Asri tidak menyerah dan mencoba kembali. Kali ini, perempuan-perempuan desa tidak perlu terlibat langsung dengan teknologi. Mereka hanya perlu memproduksi bahan setengah jadi dari panenan empon-empon yang dibawa ke rumah, untuk kemudian diiris dan dijemur kering. Agradaya membeli empon-empon dalam keadaan kering dengan harga lebih tinggi, sehingga memberikan nilai tambah kepada petani.

“Ternyata selama ini biaya tenaga kerja mereka tidak dihitung, sehingga harganya murah,” imbuhnya.

Dalam proses produksi, Asri memastikan bahwa setiap tenaga yang dikeluarkan oleh para petani memiliki nilai ekonomi, mulai dari penanaman, perawatan, panen, pengirisan, hingga pengeringan empon-empon. Sehingga, Asri membuat unit usaha pembuatan minuman jamu yang diberi nama Agradaya.

Dari Media Indonesia, Agradaya mengemban misi sosial dan ekologi yang Asri sebut sebagai Collaboration for Sustainable Agriculture. Melalui Agradaya, Asri ingin para petani yang menjadi mitranya dapat lebih sejahtera dari permainan harga yang dikendalikan tengkulak. Selain itu, ia juga ingin berbagi ilmu tentang pengolahan pascaproduksi produk-produk pertanian yang ramah lingkungan, khususnya ialah empon-empon.

Pada tahun 2016, Asri memperkenalkan teknologi rumah pengeringan sebagai upaya untuk mempercepat proses pengeringan empon-empon. Meskipun tidak mudah, karena awalnya warga menolak dengan alasan khawatir tagihan listrik akan membengkak, Asri berhasil meyakinkan mereka dengan mengundang perempuan-perempuan desa untuk melihat sendiri rumah pengeringan miliknya. Setelah melihat ukuran yang kecil dan daya listrik yang rendah, mereka akhirnya mengerti dan menerima inovasi ini.

Kini, sudah banyak perempuan petani empon-empon yang bergabung menjadi mitra Agradaya. Jumlah awal yang hanya 20-30 orang di Pringtali, kini telah berkembang menjadi 150 orang di tiga pedukuhan di Menoreh, dan sekitar 300 orang dari Trenggalek, Jawa Timur, dengan satu dome pengeringan berkapasitas 400 kilogram.

Meskipun selama pandemi Covid-19 pasokan empon-empon untuk produk jamu terkadang tidak mencukupi, Asri tetap menolak untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan menerapkan pola tanam monokultur yang merugikan ekosistem. Sebaliknya, dia memilih bisnis berbasis kearifan lokal dengan memanfaatkan hasil riset dan pengetahuan lokal yang diperolehnya selama blusukan di desa. Asri menjelaskan, “Saya percaya pada kearifan lokal simbah-simbah di sana.”

Agradaya tidak hanya membutuhkan empon-empon, tetapi juga produk rempah-rempah dan gula kelapa yang dihasilkan oleh petani untuk dijadikan campuran dalam produk jamu mereka.

Teknologi ramah lingkungan

Sebagai salah satu upaya untuk efisiensi produksi melalui penerapan teknologi ramah lingkungan, Asri memperkenalkan sistem solar dryer, semacam rumah kaca berukuran 2×3 meter yang difungsikan untuk mengeringkan empon-empon yang telah dicacah petani.

hutanhijau.org
Asri Saraswati saat mengeringkan bahan rempah sebelum diolah menjadi jamu. (dok pejuangiklim.id)

“Aku ngerasa teknologi pascapanen di Indonesia itu kurang banget ya, kalaupun hasil panen empon-empon itu harus mereka simpan, biasanya cuma dijlentrehke dulu biar kering gitu, dan menurutku cara ini kurang efektif dan kurang higienis ya, makanya kami kenalkan teknologi solar dryer ini kepada mereka,” ungkap perempuan yang pernah aktif relawan Indonesia Mengajar ini.

Menurut pengakuan Asri, awalnya para petani mitra Agradaya menolak menggunakan solar dryer ini karena mereka menganggap jika teknologi ini terlalu rumit dan akan menghabiskan banyak listrik. Padahal, kata Asri, alat itu hanya membutuhkan listrik 5 watt.

“Itu pun hanya untuk menghidupkan blower agar udara panas tetap terjaga. Tapi akhirnya mereka mau sih, setelah lihat contoh bangunan solar dryer di rumah saya,” papar Asri.

Setelah empon-empon dikeringkan, pihak Agradaya biasanya akan mengambilnya dari petani untuk diproses lebih lanjut menjadi produk akhir yang siap dipasarkan. Di Area produksi utama ini, seluruh fasilitas telah sesuai standar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) karena Asri ingin menyajikan kualitas produk yang terjamin.

Zeen is a next generation WordPress theme. It’s powerful, beautifully designed and comes with everything you need to engage your visitors and increase conversions.