Tidak semua upaya untuk masa depan disambut baik ketika lingkungan hanya melihat dari kepentingan sesaat. Benhard gagal terpilih lagi menjadi kepala desa karena berkomitmen melawan illegal logging.
Lawannya adalah tetangganya sendiri dan lumbung suara. Benhard tahu, untuk meraih suara dan berhasil menjadi kepala desa tidak rumit; dengan cara mengikuti kemauan sebagian besar warga. Namun, ia harus memperjuangkan yang ia yakini benar hingga kehilangan kursi jabatan. Ia kalah di pemilihan Kades Desa Tahawa, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2023 kemarin.
“Saya mulai jadi kepala desa di Desa Tahawa ini dari tahun 2018. Kondisi hutan di tempat ini ya memang kalau dulu kan baik. Kalau sekarang mungkin banyak yang terancam,” katanya.
Pada masa jabatannya, Benhard dan warga desa yang peduli pada hutan aktif melindungi hutan di wilayah Tahawa. Kala itu, belum mendapat akses sebagai hutan desa. Masyarakat terus menebang pohon. Bukan hanya untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga (membangun rumah), namun untuk usaha atau dijual.
Menurut Benhard, masyarakat kala itu memang banyak bergantung pada kayu dari hutan. Ia mengatakan, hal ini berbeda dengan kebiasaan masyarakat zaman nenek moyang. Meski sama-sama menebang hutan, namun leluhur mereka menebang pohon tidak untuk dijual. Hanya untuk membangun rumah sehingga kebutuhannya pun tidak banyak. Pun masyarakat belum terlalu banyak populasinya. Hutan masih bisa memulihkan diri.
Ketika populasi bertambah banyak, kebiasaan masih sama bahkan untuk usaha, hal inilah yang mencemaskan Benhard. Ia melihat, tutupan hutan Tahawa cepat habis.
Rela Tak Disukai dan Dibilang Gila
Tahun 2021, Benhard, Tugas B. Sia, dan segenap warga yang peduli pada keberadaan hutan mencoba untuk membuat terobosan. Hutan tetap bisa diambil manfaat ekonominya namun tidak menebang pohon. Caranya dengan membangun ekowisata. Hal ini dilakukan setelah didukung oleh skema Perhutanan Sosial di mana masyarakat melalui LPHD (Lembaga Pengelolaan Hutan Desa), mendapat kekuatan hukum untuk mengelola hutan.
“Banyak juga masyarakat yang tidak senang oleh kita karena keinginan kita ingin melindungi hutan ini. Tapi nurani lah itu. Saya dan Ketua LPHD ini sampai dikira gila,” kenangnya.
Benhard bergerak bersama dengan Pokdarwis Desa Tahawa. Mereka mulai membuat pagar secara swadaya. Juga membangun berbagai fasilitas sederhana untuk melayani pengunjung yang datang. Selama itu pula, Benhard dan Pokdakwis menghadapi masyarakat lain yang tidak suka.
“Dengan perjuangan yang keras itu, saya langsung turun untuk mengelola ini. Saya bersyukur dengan teman-teman Pokdarwis yang tetap semangat,” katanya.
Satu per satu Hutan Tahawa mulai menarik pengunjung. Rupanya ide ekowisata disambut baik oleh pasar. Menurut Benhard, kunjungan wisata sangat lumayan. Pada tahun 2021, bisa mendapatkan pemasukan dari tiket mulai dari Rp 55.000, sampai Rp 500.000,- per hari. Harga tiket Rp 5.000,-/orang.
Sampai akhirnya, kunjungan turun drastis ketika covid. Hampir tidak ada pemasukan sama sekali. Pendanaan pun dari dana kelompok yang sangat minim. Rupanya, sulit untuk mengembalikan kunjungan meski covid sudah berlalu.
Harapan pada Desa Ramah Satwa
Jabatan Benhard sebagai kepala desa selesai, pada 2023 lalu ia mencalonkan lagi. Namun karena banyak masyarakat yang tidak suka, maka ia gagal terpilih.
“ Saya tidak terpilih lagi saat ini, tapi kami tetap bersyukur bahwa perjuangan dari awal itu dari hampir tiga tahun ini tidak sia-sia. Kami berjuang membuka tempat ini dari kampung sampai terjadi wisata ini,” katanya yakin.
Ia mengaku, keberlangsungan pengelolaan Hutan Tahawa dibantu oleh pemerintah setempat termasuk dari kabupaten. Kalau hanya mengandalkan dari pengunjung yang sangat sedikit, Pokdwaris tidak mampu bertahan.
Dukungan pemerintah ini berlanjut ketika akhir tahun 2023, Hutan Desa Tahawa ditetapkan sebagai desa ramah satwa pertama di Indonesia. Hal ini memberi harapan bagi Benhard dan tim untuk mengelola hutan menjadi lebih baik.
“Kami sangat bangga sebab desa ini sudah dicanangkan menjadi desa ramah satwa,” tambah Benhard.
Setelah dicanangkan sebagai desa ramah satwa, ada berbagai rencana yang akan dilaksanakan untuk pengembangan. LPHD dan Pokdarwis terus berkoordinasi dengan BKSDA Kalteng sebagai inisiator desa ramah satwa ini.
Selain itu, hal yang menggembirakan bagi Benhard, masyarakat mulai menghargai hal yang dilakukan oleh LPHD dan Pokdarwis. Satu per satu masyarakat mulai mendukung. Meski illegal logging tetap menjadi ancaman, namun intensitas masyarakat yang tak setuju jauh berkurang.
“Sekarang hutan mulai terjaga dan bisa dilestarikan karena kami mengingat tidak ada hutan lain untuk anak cucu. Cuma ini yang bisa kami tinggalkan kalau kami sudah tidak ada,” kata Benhard.