Matanya belok karena terbiasa menangkap cahaya minim sebagai satwa nocturnal. Gerakannya canggung meski sudah bertemu dengan habitat alamnya. Tabiat gerak lamban dari kukang kalimantan ini awalnya untuk menghindari pemangsa. Makin lama, gerakan lamban ini menjadi kebiasaan yang menyelamatkannya.
Ia tak memiliki kekuatan lebih untuk bertahan hidup melawan pemangsa di perkasanya jantung Kalimantan Tengah dan Selatan, sebagai habitat asalnya. Ratusan tahun kemudian, menurut perkiraan para peneliti, mereka mengubah corak wajahnya menjadi mirip kobra melalui evolusi. Meski tak mirip-mirip amat, tapi itulah kemampuan terbaiknya hingga spesies ini bertahan sampai detik ini.
Cara lain adalah cengkeraman yang kuat dari jari tangan dan kakinya. Bila diperhatikan detail, letak jari-jarinya berhadapan sehingga membentuk konfigurasi yang sangat kuat untuk mencengkeram. Sekali lagi, “hanya” diam dan mencengkeram sebab ia tak lincah bergerak.
Meski demikian, kesabarannya untuk mengincar mangsa cukup memikat. Ia bisa sangat lamban mendekati jangkrik yang jadi target, sampai jangkrik tak merasa ada yang ingin menelannya bulat-bulat, selesai riwayat hidup si jangkrik. Kukang kalimantan memakan serangga, satwa kecil, buah, dan lain-lain. Omnivora. Sebenarnya ia arboreal (hidup di dahan/ranting), namun demi keselamatannya, kukang kalimantan berada di dahan-dahan rendah yang tertutup naungan.
Minggu, 18 Februari 2024, Tim Ekspedisi Hutan Hijau 1.0 ikut dalam pelepasliaran satwa di Desa Ramah Satwa Tahawa, Kec. Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau.
“Kukang ini sepertinya piaraan warga yang lepas atau mungkin dilepaskan. Biasa kami menerima satwa seperti itu. Kalau masih kecil lucu, dipelihara. Tapi setelah besar, bosan, repot, dilepas begitu saja,” kata Sadtata Noor Adirahmanta, Kepala BKSDA Kalteng ketika memimpin pelepasan satwa liar tersebut, 18/02/2024.
Kukang ini berasal dari BKSDA Resort Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur yang diserahkan oleh warga. Kukang ini ditemukan di dinding teras rumah warga. Dugaan petugas, satwa liar ini dari peliharaan warga yang lepas.
Untuk beberapa kasus, satwa yang sudah tersentuh oleh manusia membutuhkan waktu lama untuk kembali dilepasliarkan. Misalnya orangutan peliharaan membutuhkan waktu 5-7 tahun rehabilitasi dan siap untuk dilepasliarkan.
“Kalau kukang yang ini masih menampakkan sifat liarnya, sepertinya belum lama dipelihara. Jadi bisa langsung dilepas,” terang Sadtata.
Kukang kalimantan (Nycticebus borneanus) terdaftar sebagai rentan (vulnerable) IUCN, 2015 yang muncul dalam Daftar Merah Spesies Terancam Punah IUCN. Penilaian ini diumumkan pada tahun 2020. Telah terjadi pengurangan lebih dari 30% dalam populasi selama tiga generasi (kira-kira 21-24 tahun).